Beranda | Artikel
Mengambil Hikmah dari Kisah Meninggalnya Ibrahim, Putra Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
Minggu, 12 Februari 2017

Berat-ringan ujian seorang hamba tergantung dengan iman dan kedudukannya di sisi Allah. Semakin tinggi iman, maka semakin berat juga ujiannya. 

Logikanya adalah ujian anak SD tentu berbeda dengan anak SMA.Tentu kita harus yakin  jika ujian berupa musibah menimpa kita, itu berarti kita pasti mampu menghadapinya dan ujian itu untuk meningkatkan derajat kita. Ini sebagaimana dalam hadits [1]
Karena kedudukan para Nabi dan semisal mereka (orang shalih) tinggi di sisi Allah, maka ujian yang mereka hadapi adalah ujian yang lebih berat daripada kita. 
Ketika ditanya, siapa yang paling berat ujiannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
ﺍﻷَﻧْﺒِﻴَﺎﺀُ ﺛُﻢَّ ﺍﻷَﻣْﺜَﻞُ ﻓَﺎﻷَﻣْﺜَﻞ
“Para Nabi, kemudian yang semisal mereka dan yang semisal (ulama dan orang shalih).” [2]
Nabi Muhammad adalah manusia yang paling mulia di sisi Allah. Ujian yang beliau hadapi adalah ujian yang paling berat, salah satunya adalah meninggalnya putra beliau yang bernama Ibrahim. [3]
Putra Beliau, Ibrahim meninggal ketika ketika usia persusuan yaitu sekitar 16 atau 17 bulan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﻥَّ ﺇﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ ﺍﺑْﻨِﻲ ﻭَﺇِﻧَّﻪُ ﻣَﺎﺕَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺜَّﺪْﻱِ ﻭَﺇِﻥَّ ﻟَﻪُ ﻟَﻈِﺌْﺮَﻳْﻦِ ﺗُﻜَﻤِّﻼَﻥِ ﺭَﺿَﺎﻋَﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ
“Sesungguhnya Ibrahim putraku meninggal dalam masa persusuan, dan sesungguhnya baginya di surga dua orang ibu susuan yang akan menyempurnakan susuannya” [4]
Perhatikan, ini adalah ujian yang cukup berat bagi beliau saat itu:
1) Sebagai orang tua, tentu akan sangat sedih dengan meninggalnya anak kita tercinta. Ini sebagaimana dalam Al-Quran [5]
2) Ibrahim adalah satu-satunya anak beliau yang lahir setelah diutus menjadi Nabi, yang paling ditunggu-tunggu dari sekian banyak istri beliau
3) Ibrahim adalah satu-satu anak laki-laki yang tersisa, tentunya psikologi manusia sangat berharap pada anak laki-laki yang akan meneruskan perjuangannya
4) Beliau tentu sangat sayang pada Ibrahim dan ini dipersaksikan oleh sahabat sebagaimana dalam hadits [6]
5) Usia meninggalnya Ibrahim adalah saat usia anak sedang lucu dan imut. Sudah bisa berjalan walau belum seimbanh, sudah bisa memanggil “ayah atau ibu” walaupun belepotan. Tentu sangat berbekas dan membuat sangat rindu
Hikmah dari kisah ini, yaitu agar kita bersabar jika ditinggal meninggal oleh orang tercinta.Teladani Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam, ketika Ibrahim meninggal beliau bersabar, tetap menangis dan hati bersedih akan tetapi beliau tidak melakukan kecuali apa yang Allah ridha
Beliau berkata ketika Ibrahim meninggal,
 ﺇﻥَّ ﺍﻟﻌَﻴْﻦَ ﺗَﺪْﻣَﻊُ ﻭﺍﻟﻘَﻠﺐ ﻳَﺤْﺰﻥُ ، ﻭَﻻَ ﻧَﻘُﻮﻝُ ﺇِﻻَّ ﻣَﺎ ﻳُﺮْﺿِﻲ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ، ﻭَﺇﻧَّﺎ ﻟِﻔِﺮَﺍﻗِﻚَ ﻳَﺎ ﺇﺑﺮَﺍﻫِﻴﻢُ ﻟَﻤَﺤﺰُﻭﻧُﻮﻥَ 
“Sungguh mata menangis dan hati bersedih, akan tetapi tidak kita ucapkan kecuali yang diridhai oleh Allah, dan sungguh kami sangat bersedih berpisah denganmu wahai Ibrahim”. [7]
Semoga kita bisa selalu sabar menghadapi berbagai ujian dan musibah dan berharap pahala yang tidak terbatas serta kedudukan tinggi.
@Pesawat Saudi Airlines, Jakarta – Madinah 
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com

Catatan Kaki:
[1] Sebagaimana dalam hadits,

  ﻓَﻴُﺒْﺘَﻠَﻰ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻋَﻠَﻰ ﺣَﺴَﺐِ ﺩِﻳﻨِﻪِ، ﻓَﺈِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺩِﻳﻨُﻪُ ﺻُﻠْﺒًﺎ ﺍﺷْﺘَﺪَّ ﺑَﻠَﺎﺅُﻩُ، ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲ ﺩِﻳﻨِﻪِ ﺭِﻗَّﺔٌ ﺍﺑْﺘُﻠِﻲَ ﻋَﻠَﻰ ﺣَﺴَﺐِ ﺩِﻳﻨِﻪِ، ﻓَﻤَﺎ ﻳَﺒْﺮَﺡُ ﺍﻟﺒَﻠَﺎﺀُ ﺑِﺎﻟﻌَﺒْﺪِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺘْﺮُﻛَﻪُ ﻳَﻤْﺸِﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﻣَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺧَﻄِﻴﺌَﺔٌ
“Seseorang diuji sesuai dengan kadar dien (keimanannya). Apabila diennya kokoh, maka berat pula ujian yang dirasakannya; kalau diennya lemah, dia diuji sesuai dengan kadar diennya. Dan seseorang akan senantiasa ditimpa ujian demi ujian hingga dia dilepaskan berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak mempunyai dosa.” [HR. At-Tirmidzi no.2398, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani]
[2] HR. At-Tirmidzi no.2398, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani
[3] Sebagaimana hadits,
ﻭُﻟِﺪَ ﻟِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻠَﺔَ ﻏُﻼَﻡٌ ﻓَﺴَﻤَّﻴْﺘُﻪُ ﺑِﺎﺳْﻢِ ﺃَﺑِﻲ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ
“Malam ini aku dianugerahi seorang putra, aku menamakannya dengan nama bapakku, Ibrahim” (HR. Muslim no 3315)
[4] HR. Muslim no 2316
[5] Ujian berat yaitu kehilangan jiwa. Allah berfirman
ﻭَﻟَﻨَﺒْﻠُﻮَﻧَّﻜُﻢْ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻮْﻑِ ﻭَﺍﻟْﺠُﻮﻉِ ﻭَﻧَﻘْﺺٍ ﻣِﻦَ ﺍﻷﻣْﻮَﺍﻝِ ﻭَﺍﻷﻧْﻔُﺲِ ﻭَﺍﻟﺜَّﻤَﺮَﺍﺕِ ﻭَﺑَﺸِّﺮِ ﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮِﻳﻦَ ‏
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah- buahan.” (QS Al-Baqarah : 155)
Syaikh As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan yaitu jiwa orang yang dicintai termasuk anak, beliau berkata:
 ﻭَﺍﻷﻧْﻔُﺲِ  ﺃَﻱْ: ﺫَﻫَﺎﺏُ ﺍﻷَﺣْﺒَﺎﺏِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺄَﻭْﻻَﺩِ، ﻭَﺍﻷَﻗَﺎﺭِﺏِ، ﻭَﺍﻷَﺻْﺤَﺎﺏِ
” (Dan jiwa) yaitu dengan perginya orang-orang yang dicintai, baik anak-anak, kerabat, maupun sahabat” (Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal. 155)
[6]  Anas Bin Malik menceritakan,
 ﻣَﺎ ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺭْﺣَﻢَ ﺑِﺎﻟْﻌِﻴَﺎﻝِ ﻣِﻦْ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢ‏ ، ﻗَﺎﻝَ: ‏ﻛَﺎﻥَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢُ ﻣُﺴْﺘَﺮْﺿِﻌًﺎ ﻟَﻪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮَﺍﻟِﻲ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ، ﻓَﻜَﺎﻥَ ﻳَﻨْﻄَﻠِﻖُ ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﻣَﻌَﻪُ ﻓَﻴَﺪْﺧُﻞُ ﺍﻟْﺒَﻴْﺖَ ﻭَﺇِﻧَّﻪُ ﻟَﻴُﺪَّﺧَﻦُ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻇِﺌْﺮُﻩُ ﻗَﻴْﻨًﺎ، ﻓَﻴَﺄْﺧُﺬُﻩُ ﻓَﻴُﻘَﺒِّﻠُﻪُ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺮْﺟِﻊُ 
“Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih sayang

kepada anak-anak dari pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putra Nabi (yang bernama) Ibrahim memiliki ibu susuan di daerah ‘Awaali di kota Madinah. Maka Nabipun berangkat (ke rumah ibu susuan tersebut) dan kami bersama beliau. lalu beliau masuk ke dalam rumah yang ternyata dalam keadaan penuh asap. Suami Ibu susuan Ibrahim adalah seorang pandai besi. Nabipun mengambil Ibrahim lalu menciumnya, lalu beliau kembali” (HR Muslim no. 2316)
[7] HR. Al-Bukhari no. 1303


Artikel asli: https://muslimafiyah.com/mengambil-hikmah-dari-kisah-meninggalnya-ibrahim-putra-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html